Selasa, 13 Mei 2014

MAKNA PENGGUNAAN KATA KAMI DAN AKU DALAM AL-QURAN DARI SEGI SEMANTIK


MAKNA PENGGUNAAN KATA “KAMI” DAN “AKU” DALAM  AL-QURAN DARI SEGI SEMANTIK
Penggunaan kata “kami” dan “aku” dalam Al-quran
Kata “kami” dan “aku” dalam bahasa Indonesia merupakan kata ganti atau pronomina. Kata “kami” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:612) adalah yang berbicara bersama dengan orang lain (tidak termasuk yang diajak berbicara) yang menulis atas nama kelompok, tidak termasuk pembaca. Sedangkan kata “aku” dalam KBBI (2008:32) adalah kata ganti orang pertama yang berbicara atau yang menulis.

Berikut penulis kutip dari artikel http://kelanadelapanpenjuruangin.wordpress.com
PENGGUNAAN KALIMAT “AKU” :
Kalimat “AKU” dalam Ayat Al-Qur’an di pergunakan manakala terjadi aktifitas Tuhan yang langsung ditangani sendiri,tidak mendapat campur tangan dari unsur lain atau dalam hal ini tidak ada libatan proses dengan para Malaikat,atau mekanisme alam.
Maka ketika Tuhan mengadakan suatu penciptaan yang tidak melibatkan makhluk manapun, ALLAH SWT akan menggunakan kata “ANA” / “INNI” (AKU) atau juga “HUWA” (DIA) bisa juga lafadz “ALLAH” sendiri. Yang demikian maknanya adalah menunjukkan kekuatan-Nya yang Maha Dahsyat. tidak ada makhluk lainpun yang dapat menyamai Keagungan dan Kekuatan Penciptaan-Nya Yang Luar Biasa.
 Contoh :
 الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ وَمَا خَلَقْتُ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS.Adz Dzaariyaat : 56)

Di ayat ini, ALLAH SWT menunjukkan kata “INNI” (AKU)  (menunjukkan Keagungan dan Kebesaran Allah). Dapat kita pahami makna kata “aku” dalam QS. Adz Dzaariyaat : Ayat 56 di atas menyatakan bahwa Allah memerintahkan makhluknya jin dan manusia untuk menyembah-Nya. Hal ini jelas bahwa Allah menunjukkan kekuasaan dan keagungan yang dimiliki-Nya.
PENGGUNAAN KALIMAT “KAMI” :
Penggunaan kata ‘KAMI’ di dalam Al-Quran itu digunakan bahwa Allah SWT tidak bertindak atau bekerja sendiri, tetapi melainkan bersama atau menyuruh utusan-utusanNya yaitu para Malaikat, para Nabi dan Rasul, dan makhluk hidup lainnya yang Allah SWT Ciptakan sendiri.”
Kalimat “KAMI (ALLAH)” dalam Ayat Al-Qur’an di pergunakan manakala terjadi aktifitas Tuhan yang berkaitan dengan adanya tahapan/PROSES yang progressnya berlangsung dibawah pengawasan dan kekuasaan-Nya, namun melibatkan unsur lain dalam hal ini terdapat libatan unsur para Malaikat,dan adanya unsur proses mekanisme alam.
Contoh penggunaan kalimat yang menyebut Allah dengan lafaz NAHNU / “KAMI” :
ontoh lainnya :
لْنَاكَ إِلارَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ وَمَااأَرْسَ
“Dan tiadalah Kami mengutus engkau (wahai Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam”. (QS.Al-Anbiyaa’ : 107)
Kata Arsalna ( أَرْسَلْنَا ‘Kami mengutus’) berasal dari kata dasar “Arsala” أَرْسَلْ
(yg mempunyai arti; mengutus, memberikan risalah, mengantarkan risalah).
Sebagaimana penjelasan sebelumnya diatas, maka kata “KAMI” yang Allah Swt. maksudkan karena adanya libatan unsur lain dalam proses pengutusan,atau adanya mekanisme yaitu “malaikat jibril” sebagai pengantar wahyu allah swt. makanya Allah Swt. menggunakan Kata “nahnu” (kami).
Maka,”Menjadi Rahmat” tidak berarti hanya “diri Nabi Muhammad saw.” saja, akan tetapi dengan “MUKJIZAT AL-QURAN – dari Allah Swt. melalui Malaikat Jibril dan hingga menuju target kepada hamba-Nya yang dipilih untuk mengemban wahyu tersebut yakni Rasul.
Sehingga dengan wahyu tersebut menjadikan perilaku perbuatan para Rasul sesuai dengan nilai-nilai wahyu yang diturunkan,yang menjadikan membawa rahmat bagi umat seperti cermin perilaku Nabi Muhammad yang dikenal dengan SUNNAH NABI SAW (perilaku dan akhlaq beliau selama hidup).
Jadi kesimpulan yang dapat saya sampaikan yaitu penggunaan kata Kami dan Aku dalam Al-quran menunjukkan kebesaran, kekuasaan dan keagungan Allah SWT kepada makhluknya. Penggunaan kata aku dalam Al-quran mempunyai makna Allah menunjukkan kekuatan-Nya yang Maha Dahsyat. tidak ada makhluk lainpun yang dapat menyamai Keagungan dan Kekuatan Penciptaan-Nya Yang Luar Biasa. Dan digunakan untuk perintah langsung kepada ALLAH SWT, tanpa perantara-perantara, seperti memohon ampun atau bertobat kepada-Nya, mengungkapkan bahwa Dialah Tuhan satu-satunya, agar menyembah kepada-Nya semata. Penggunaan kata kami dalam Al-quran bermakna Allah SWT tidak bertindak atau bekerja sendiri, tetapi melainkan bersama atau menyuruh utusan-utusanNya yaitu para Malaikat, para Nabi dan Rasul, dan makhluk hidup lainnya yang Allah SWT Ciptakan sendiri.”




ANALISIS SURAT AL-FAATIHAH AYAT KE 6 BERDASARKAN ILMU SEMANTIK

 
ANALISIS SURAT AL-FAATIHAH AYAT KE 6 BERDASARKAN ILMU SEMANTIK

Mengapa terjemah surat  Al fatihah ayat ke 6 berbunyi “Tunjukilah kami jalan yang lurus” bukan “Tunjikilah kami jalan yang benar”?
Pada surat Al Fatihah ayat ke 6 yang berbunyi : ihdinash shirathal mustaqim . Artinya tunjikilah kami jalan yang lurus. Jalan yang lurus, yaitu jalan hidup yang benar, yang dapat membuat bahagia di dunia dan akhirat.

Berikut penulis kutip tafsiran Qs. Al Fatihah ayat ke 6 dari alamat blog
http://www.muslimsays.com/2012/01/tafsir-al-fatihah-ihdinash-shirathal.html
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, ”Ayat ini -ihdinash shirathal mustaqim- mengandung penjelasan bahwa sesungguhnya hamba tidak akan mendapatkan jalan untuk menggapai kebahagiaannya kecuali dengan tetap istiqamah di atas jalan yang lurus. Dan tidak ada jalan untuk meraih keistiqamahan baginya kecuali dengan hidayah dari Rabbnya kepada dirinya. Sebagaimana tidak ada jalan baginya untuk beribadah kepada-Nya kecuali dengan pertolongan-Nya, maka demikian pula tidak ada jalan baginya untuk bisa istiqamah di atas jalan tersebut kecuali dengan hidayah dari-Nya.”
Syaikhul Islam rahimahullah berkata :
Seorang hamba senantiasa memerlukan hidayah Allah untuk meniti jalan yang lurus. Maka dari itu dia sangat memerlukan tercapainya maksud di balik doa ini (yaitu ‘ihdinash shirathal mustaqim’). Karena sesungguhnya tidak ada seorang pun yang bisa selamat dari azab dan bisa menggapai kebahagiaan kecuali dengan hidayah ini. Barangsiapa yang kehilangan hidayah maka dia akan termasuk golongan orang yang dimurkai atau golongan orang yang sesat. Dan petunjuk ini tidak akan diraih kecuali dengan taufik dari Allah. Ayat ini pun menjadi salah satu senjata pembantah kesesatan mazhab Qadariyah.

Menurut KBBI (2008) “Jalan Lurus dan jalan benar” jalan adalah tempat untuk lalu lintas orang (kendaraan dsb.),sedangkan lurus adalah memanjang hanya di satu arah, tanpa belokan atau lengkungan, jalan lurus adalah benar menurut peraturan . Benar adalah sesuai sebagaimana adanya (seharusnya) betul, tidak salah.
Penulis menyimpulkan mengapa dalam terjemahan Qs. Al Fatihah ayat ke 6 menggunakan  “jalan yang lurus” bukan “jalan yang benar “ dari segi Semantik. Jalan yang lurus maksudnya jalan yang benar, jalan yang diridhoi Allah. Apabila kita mengerjakan sesuatu dengan niat hanya karena Allah SWT maka kita akan mendapat pahala dan keridhoan dari Allah. Selalu beristiqomah dan tawakkal kepada-Nya. Insya Allah kita akan mendapat petunjuk dan hidayah  untuk menggapai Surga-Nya.