NPM :
116211159
Kelas :
6E
Tugas Semantik :
Semantik
A.
Jenis-jenis Makna
Menurut Chaer (1994), makna dapat dibedakan
berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan jenis semantiknya,
dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal, berdasarkan ada
atau tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dapat dibedakan adanya makna
referensial dan makna nonreferensial, berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada
sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif,
berdasarkan ketepatan maknanya dikenal makna kata dan makna istilah atau makna
umum dan makna khusus. Lalu berdasarkan kriteri lain atau sudut pandang lain
dapat disebutkan adanya makna-makna asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik
dan sebagainya.
1. Makna
Leksikal dan Makna Gramatikal
Makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang
bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Umpamanya kata tikus
makna leksikalnya adalah sebangsa binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya
penyakit tifus. Makna ini tampak jelas dalam kalimat Tikus itu mati diterkam
kucing, atau Panen kali ini gagal akibat serangan hama tikus.
gramatikal ini adalah makna yang hadir sebagai akibat
adanya proses gramatika seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses
komposisi (Chaer, 1994). Proses afiksasi awalan ter- pada kata angkat dalam
kalimat Batu seberat itu terangkat juga oleh adik, melahirkan makna
’dapat’, dan dalam kalimat Ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat ke
atas melahirkan makna gramatikal ’tidak sengaja’.
2. Makna
Asosiatif
Makna asosiatif mencakup keseluruhan
hubungan makna dengan nalar diluar bahasa. Ia berhubungan dengan masyarakat
pemakai bahasa, pribadi memakai bahasa, perasaan pemakai bahasa, nilai-nilai
masyarakat pemakai bahasa dan perkembangan kata sesuai kehendak pemakai bahasa.
Makna asositif dibagi menjadi beberapa macam, seperti makna kolokatif, makna
reflektif, makna stilistik, makna afektif, dan makna interpretatif.
1. Makna Kolokatif
Makna kolokatif lebih berhubungan
dengan penempatan makna dalam frase sebuah bahasa. Kata kaya dan miskin
terbatas pada kelompok farase. Makna kolokatif adalah makna kata yang
ditentukan oleh penggunaannya dalam kalimat. Kata yang bermakna kolokatif
memiliki makna yang sebenarnya.
2. Makna Reflektif
Makna reflektif adalah makna yang
mengandung satu makna konseptual dengan konseptual yang lain, dan cenderung
kepada sesuatu yang bersifat sacral, suci/tabu terlarang, kurang sopan, atau
haram serta diperoleh berdasarkan pengalaman pribadi atau pengalaman sejarah.
3. Makna Stilistika
Makna stilistika adalah makna kata
yang digunakan berdasarkan keadaan atau situasi dan lingkungan masyarakat
pemakai bahasa itu. Sedangkan bahasa itu sendiri merupakan salah satu cirri
pembeda utama dari mahluk lain didunia ini. Mengenai bahasa secara tidak
langsung akan berbicara mempelajari kosa kata yang terdapat dalam bahasa yang
digunakan pada eaktu komunikasi itu.
4. Makna Afektif
Makna ini biasanya dipakai oleh
pembicara berdasarkan perasaan yang digunakan dalam berbahasa.
5. Makna interpretatif
Makna
interpretatif adalah makna yang berhubungan dengan penafsiran dan tanggapan
dari pembaca atau pendengar, menulis atau berbicara, membaca atau mendengarkan
3. Makna
Referensial dan Nonreferensial
Perbedaan makna referensial dan makna nonreferensial
berdasarkan ada tidak adanya referen dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu
mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu, maka
kata tersebut disebut kata bermakna referensial. Kalau kata-kata itu tidak
mempunyai referen, maka kata itu disebut kata bermakna nonreferensial. Kata meja
termasuk kata yang bermakna referensial karena mempunyai referen, yaitu sejenis
perabot rumah tangga yang disebut ’meja’. Sebaliknya kata karena tidak
mempunyai referen, jadi kata karena termasuk kata yang bermakna
nonreferensial.
4. Makna
Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif pada dasarnya sama dengan makna
referensial sebab makna denotatif lazim diberi penjelasan sebagai makna yang
sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran,
perasaan, atau pengalaman lainnya. Jadi, makna denotatif ini menyangkut
informasi-informasi faktual objektif. Oleh karena itu, makna denotasi sering
disebut sebagai ’makna sebenarnya’(Chaer, 1994). Umpama kata perempuan
dan wanita kedua kata itu mempunyai dua makna yang sama, yaitu ’manusia
dewasa bukan laki-laki’.
5. Makna Kata
dan Makna Istilah
Setiap kata atau leksem memiliki makna, namun dalam penggunaannya makna
kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks
kalimatnya atau konteks situasinya. Berbeda dengan kata, istilah
mempunyai makna yang jelas, yang pasti, yang tidak meragukan, meskipun tanpa
konteks kalimat. Oleh karena itu sering dikatakan bahwa istilah itu
bebas konteks. Hanya perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada
bidang keilmuan atau kegiatan tertentu. Perbedaan antara makna kata dan istilah
dapat dilihat dari contoh berikut
(1)
Tangannya luka kena pecahan kaca.
(2)
Lengannya luka kena pecahan kaca.
Kata tangan
dan lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau bermakna
sama. Namun dalam bidang kedokteran kedua kata itu memiliki makna yang berbeda.
Tangan bermakna bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan; sedangkan
lengan adalah bagian dari pergelangan sampai ke pangkal bahu.
6. Makna
Konseptual dan Makna Asosiatif
Leech (1976) membagi makna menjadi makna konseptual dan makna asosiatif.
Yang dimaksud dengan makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah
leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun. Kata kuda memiliki
makna konseptual ’sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’. Jadi
makna konseptual sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif,
dan makna referensial.
Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata
berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar
bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau
kesucian.
B.
Makna dalam Gaya Bahasa
Gaya bahasa berdasarkan makna diukur dan langsung tidaknya makna, yaitu
apakah acuan yang dipakai masih mempertahankan makna denotatifnya atau sudah
ada penyimpangan. Bila acuan yang digunakan itu masih mempertahankan makna
dasar, maka bahasa itu masih bersifat polos. Tetapi bila sudah ada perubahan
makna, entah berupa makna konotatif atau sudah menyimpang jauh dan makna
denotatifnya, maka acuan itu dianggap sudah memiliki gaya sebagai yang
dimaksudkan di sini.
Secara
leksikologis yang dimaksud gaya bahasa yaitu pemanfaatan atas kekayaan bahasa
oleh seseorang dalam bertutur atau menulis, pemakaian ragam tertentu untuk
memeroleh efek-efek tertentu, keseluruhan cirri bahasa sekelompok penulis
sastra, cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk lisan dan
tulisan. (Depdikbud 1993). Makna mempunyai hubungan timbal balik dengan lambang,
yang berarti lambang mengandung makna, baik makna leksikal maupun gramatikal. Makna
yang berhubungan dengan gaya bahasa, ada yang dapat dilihat dari segi kedekatan
antar makna dan ada pula dari segi kesamaan antarmakna. Kesamaan antar makna
berhubungan dengan metafora, dan kedekatan antarmakna berhubungan dengan
metonomia. Badudu (1983:70) mengatakan bahwa gaya bahasa metafora adalah gaya
bahasa yang memperbandingkan suatu benda dengan benda lain. Sedangkan Chaer
(1984:9) mengatakan metafora dilihat dari segi digunakannya sesuatu untuk
memperbandingkan yang lain dengan yang lain. Metafora dapat dibagi menjadi tiga
a.
metafora antropomorfis, metafora bintang dan
metafora sinestik. Metafora antropomorfis yaitu metafor yang berhubungan dengan
diri manusia, misalnya anggota tubuh, pengalaman-pengalaman membendingkan
unsur-unsur badan dengan alam sekitar. Metafora yang berhubungan dengan yang
biasanya digunakan pada manusia, tetapi maknanya dapat diterapkan pada benda
lain. Dikaitkan dengan gaya bahasa maka disebut gaya bahasa personifikasi.
Misalnya angin berbisik.
b.
Hal yang berhubungan dengan kesamaan
makna, terlihat pada gaya bahasa tropen. Misalnya ia hanyut dibawa lamunan.
c.
Hal menyamakan makna seperti itu
kadang-kadang untuk melembutkan maksud, apabila dihubungkan dengan gaya bahasa
disebut eufemisme. Contohnya dipenjarakan. Hal menyamakan makna dapat juga kita
lihat pada keadaan yang dilebih-lebihkan, apabila dihubungkan dengan gaya
bahasa disebut gaya bahasa hiperbola. Contohnya menyemut orang di pasar.
d.
Makna digunakan untuk merendahkan
diri apabila dihubungkan dengan gaya bahasa maka disebut gaya bahasa litotes.
Misalnya datanglah ke pondok buruk kami. Makna yang diterapkan untuk menyindir.
e.
Dihubungkan dengan gaya bahasa disebut
ironi. Untuk sindiran halus, gaya bahasa
sinisme untuk sindiran yang agak kasar, dan gaya bahasa sarkasme untuk sindiran
yang kasar.