Kamis, 27 Maret 2014

jenis-jenis makna



NPM                           : 116211159
Kelas                           : 6E
Tugas Semantik           : Semantik
A.    Jenis-jenis Makna
Menurut Chaer (1994), makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal, berdasarkan ada atau tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dapat dibedakan adanya makna referensial dan makna nonreferensial, berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif, berdasarkan ketepatan maknanya dikenal makna kata dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus. Lalu berdasarkan kriteri lain atau sudut pandang lain dapat disebutkan adanya makna-makna asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik dan sebagainya.
1. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Umpamanya kata tikus makna leksikalnya adalah sebangsa binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus. Makna ini tampak jelas dalam kalimat Tikus itu mati diterkam kucing, atau Panen kali ini gagal akibat serangan hama tikus.
gramatikal ini adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatika seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi (Chaer, 1994). Proses afiksasi awalan ter- pada kata angkat dalam kalimat Batu seberat itu terangkat juga oleh adik, melahirkan makna ’dapat’, dan dalam kalimat Ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat ke atas melahirkan makna gramatikal ’tidak sengaja’.
2. Makna Asosiatif
Makna asosiatif mencakup keseluruhan hubungan makna dengan nalar diluar bahasa. Ia berhubungan dengan masyarakat pemakai bahasa, pribadi memakai bahasa, perasaan pemakai bahasa, nilai-nilai masyarakat pemakai bahasa dan perkembangan kata sesuai kehendak pemakai bahasa. Makna asositif dibagi menjadi beberapa macam, seperti makna kolokatif, makna reflektif, makna stilistik, makna afektif, dan makna interpretatif.
1. Makna Kolokatif
Makna kolokatif lebih berhubungan dengan penempatan makna dalam frase sebuah bahasa. Kata kaya dan miskin terbatas pada kelompok farase. Makna kolokatif adalah makna kata yang ditentukan oleh penggunaannya dalam kalimat. Kata yang bermakna kolokatif memiliki makna yang sebenarnya.
2. Makna Reflektif
Makna reflektif adalah makna yang mengandung satu makna konseptual dengan konseptual yang lain, dan cenderung kepada sesuatu yang bersifat sacral, suci/tabu terlarang, kurang sopan, atau haram serta diperoleh berdasarkan pengalaman pribadi atau pengalaman sejarah.
3. Makna Stilistika
Makna stilistika adalah makna kata yang digunakan berdasarkan keadaan atau situasi dan lingkungan masyarakat pemakai bahasa itu. Sedangkan bahasa itu sendiri merupakan salah satu cirri pembeda utama dari mahluk lain didunia ini. Mengenai bahasa secara tidak langsung akan berbicara mempelajari kosa kata yang terdapat dalam bahasa yang digunakan pada eaktu komunikasi itu.
4. Makna Afektif
Makna ini biasanya dipakai oleh pembicara berdasarkan perasaan yang digunakan dalam berbahasa.
5. Makna interpretatif
Makna interpretatif adalah makna yang berhubungan dengan penafsiran dan tanggapan dari pembaca atau pendengar, menulis atau berbicara, membaca atau mendengarkan
3. Makna Referensial dan Nonreferensial
Perbedaan makna referensial dan makna nonreferensial berdasarkan ada tidak adanya referen dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu, maka kata tersebut disebut kata bermakna referensial. Kalau kata-kata itu tidak mempunyai referen, maka kata itu disebut kata bermakna nonreferensial. Kata meja termasuk kata yang bermakna referensial karena mempunyai referen, yaitu sejenis perabot rumah tangga yang disebut ’meja’. Sebaliknya kata karena tidak mempunyai referen, jadi kata karena termasuk kata yang bermakna nonreferensial.
4. Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab makna denotatif lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Jadi, makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Oleh karena itu, makna denotasi sering disebut sebagai ’makna sebenarnya’(Chaer, 1994). Umpama kata perempuan dan wanita kedua kata itu mempunyai dua makna yang sama, yaitu ’manusia dewasa bukan laki-laki’.
5. Makna Kata dan Makna Istilah
Setiap kata atau leksem memiliki makna, namun dalam penggunaannya makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Berbeda dengan kata, istilah mempunyai makna yang jelas, yang pasti, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks. Hanya perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada bidang keilmuan atau kegiatan tertentu. Perbedaan antara makna kata dan istilah dapat dilihat dari contoh berikut
(1) Tangannya luka kena pecahan kaca.
(2) Lengannya luka kena pecahan kaca.
Kata tangan dan lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau bermakna sama. Namun dalam bidang kedokteran kedua kata itu memiliki makna yang berbeda. Tangan bermakna bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan; sedangkan lengan adalah bagian dari pergelangan sampai ke pangkal bahu.
6. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Leech (1976) membagi makna menjadi makna konseptual dan makna asosiatif. Yang dimaksud dengan makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun. Kata kuda memiliki makna konseptual ’sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’. Jadi makna konseptual sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif, dan makna referensial.
Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian.
B.   Makna dalam Gaya Bahasa
Gaya bahasa berdasarkan makna diukur dan langsung tidaknya makna, yaitu apakah acuan yang dipakai masih mempertahankan makna denotatifnya atau sudah ada penyimpangan. Bila acuan yang digunakan itu masih mempertahankan makna dasar, maka bahasa itu masih bersifat polos. Tetapi bila sudah ada perubahan makna, entah berupa makna konotatif atau sudah menyimpang jauh dan makna denotatifnya, maka acuan itu dianggap sudah memiliki gaya sebagai yang dimaksudkan di sini.
Secara leksikologis yang dimaksud gaya bahasa yaitu pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis, pemakaian ragam tertentu untuk memeroleh efek-efek tertentu, keseluruhan cirri bahasa sekelompok penulis sastra, cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk lisan dan tulisan. (Depdikbud 1993). Makna mempunyai hubungan timbal balik dengan lambang, yang berarti lambang mengandung makna, baik makna leksikal maupun gramatikal. Makna yang berhubungan dengan gaya bahasa, ada yang dapat dilihat dari segi kedekatan antar makna dan ada pula dari segi kesamaan antarmakna. Kesamaan antar makna berhubungan dengan metafora, dan kedekatan antarmakna berhubungan dengan metonomia. Badudu (1983:70) mengatakan bahwa gaya bahasa metafora adalah gaya bahasa yang memperbandingkan suatu benda dengan benda lain. Sedangkan Chaer (1984:9) mengatakan metafora dilihat dari segi digunakannya sesuatu untuk memperbandingkan yang lain dengan yang lain. Metafora dapat dibagi menjadi tiga
a.        metafora antropomorfis, metafora bintang dan metafora sinestik. Metafora antropomorfis yaitu metafor yang berhubungan dengan diri manusia, misalnya anggota tubuh, pengalaman-pengalaman membendingkan unsur-unsur badan dengan alam sekitar. Metafora yang berhubungan dengan yang biasanya digunakan pada manusia, tetapi maknanya dapat diterapkan pada benda lain. Dikaitkan dengan gaya bahasa maka disebut gaya bahasa personifikasi. Misalnya angin berbisik.
b.      Hal yang berhubungan dengan kesamaan makna, terlihat pada gaya bahasa tropen. Misalnya ia hanyut dibawa lamunan.
c.       Hal menyamakan makna seperti itu kadang-kadang untuk melembutkan maksud, apabila dihubungkan dengan gaya bahasa disebut eufemisme. Contohnya dipenjarakan. Hal menyamakan makna dapat juga kita lihat pada keadaan yang dilebih-lebihkan, apabila dihubungkan dengan gaya bahasa disebut gaya bahasa hiperbola. Contohnya menyemut orang di pasar.
d.      Makna digunakan untuk merendahkan diri apabila dihubungkan dengan gaya bahasa maka disebut gaya bahasa litotes. Misalnya datanglah ke pondok buruk kami. Makna yang diterapkan untuk menyindir.
e.        Dihubungkan dengan gaya bahasa disebut ironi.  Untuk sindiran halus, gaya bahasa sinisme untuk sindiran yang agak kasar, dan gaya bahasa sarkasme untuk sindiran yang kasar.

















Jenis-jenis makna



NPM                           : 116211159
Kelas                           : 6E
Tugas Semantik           : Semantik
A.    Jenis-jenis Makna
Menurut Chaer (1994), makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal, berdasarkan ada atau tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dapat dibedakan adanya makna referensial dan makna nonreferensial, berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif, berdasarkan ketepatan maknanya dikenal makna kata dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus. Lalu berdasarkan kriteri lain atau sudut pandang lain dapat disebutkan adanya makna-makna asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik dan sebagainya.
1. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Umpamanya kata tikus makna leksikalnya adalah sebangsa binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus. Makna ini tampak jelas dalam kalimat Tikus itu mati diterkam kucing, atau Panen kali ini gagal akibat serangan hama tikus.
gramatikal ini adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatika seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi (Chaer, 1994). Proses afiksasi awalan ter- pada kata angkat dalam kalimat Batu seberat itu terangkat juga oleh adik, melahirkan makna ’dapat’, dan dalam kalimat Ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat ke atas melahirkan makna gramatikal ’tidak sengaja’.
2. Makna Asosiatif
Makna asosiatif mencakup keseluruhan hubungan makna dengan nalar diluar bahasa. Ia berhubungan dengan masyarakat pemakai bahasa, pribadi memakai bahasa, perasaan pemakai bahasa, nilai-nilai masyarakat pemakai bahasa dan perkembangan kata sesuai kehendak pemakai bahasa. Makna asositif dibagi menjadi beberapa macam, seperti makna kolokatif, makna reflektif, makna stilistik, makna afektif, dan makna interpretatif.
1. Makna Kolokatif
Makna kolokatif lebih berhubungan dengan penempatan makna dalam frase sebuah bahasa. Kata kaya dan miskin terbatas pada kelompok farase. Makna kolokatif adalah makna kata yang ditentukan oleh penggunaannya dalam kalimat. Kata yang bermakna kolokatif memiliki makna yang sebenarnya.
2. Makna Reflektif
Makna reflektif adalah makna yang mengandung satu makna konseptual dengan konseptual yang lain, dan cenderung kepada sesuatu yang bersifat sacral, suci/tabu terlarang, kurang sopan, atau haram serta diperoleh berdasarkan pengalaman pribadi atau pengalaman sejarah.
3. Makna Stilistika
Makna stilistika adalah makna kata yang digunakan berdasarkan keadaan atau situasi dan lingkungan masyarakat pemakai bahasa itu. Sedangkan bahasa itu sendiri merupakan salah satu cirri pembeda utama dari mahluk lain didunia ini. Mengenai bahasa secara tidak langsung akan berbicara mempelajari kosa kata yang terdapat dalam bahasa yang digunakan pada eaktu komunikasi itu.
4. Makna Afektif
Makna ini biasanya dipakai oleh pembicara berdasarkan perasaan yang digunakan dalam berbahasa.
5. Makna interpretatif
Makna interpretatif adalah makna yang berhubungan dengan penafsiran dan tanggapan dari pembaca atau pendengar, menulis atau berbicara, membaca atau mendengarkan
3. Makna Referensial dan Nonreferensial
Perbedaan makna referensial dan makna nonreferensial berdasarkan ada tidak adanya referen dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu, maka kata tersebut disebut kata bermakna referensial. Kalau kata-kata itu tidak mempunyai referen, maka kata itu disebut kata bermakna nonreferensial. Kata meja termasuk kata yang bermakna referensial karena mempunyai referen, yaitu sejenis perabot rumah tangga yang disebut ’meja’. Sebaliknya kata karena tidak mempunyai referen, jadi kata karena termasuk kata yang bermakna nonreferensial.
4. Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab makna denotatif lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Jadi, makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Oleh karena itu, makna denotasi sering disebut sebagai ’makna sebenarnya’(Chaer, 1994). Umpama kata perempuan dan wanita kedua kata itu mempunyai dua makna yang sama, yaitu ’manusia dewasa bukan laki-laki’.
5. Makna Kata dan Makna Istilah
Setiap kata atau leksem memiliki makna, namun dalam penggunaannya makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Berbeda dengan kata, istilah mempunyai makna yang jelas, yang pasti, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks. Hanya perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada bidang keilmuan atau kegiatan tertentu. Perbedaan antara makna kata dan istilah dapat dilihat dari contoh berikut
(1) Tangannya luka kena pecahan kaca.
(2) Lengannya luka kena pecahan kaca.
Kata tangan dan lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau bermakna sama. Namun dalam bidang kedokteran kedua kata itu memiliki makna yang berbeda. Tangan bermakna bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan; sedangkan lengan adalah bagian dari pergelangan sampai ke pangkal bahu.
6. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Leech (1976) membagi makna menjadi makna konseptual dan makna asosiatif. Yang dimaksud dengan makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun. Kata kuda memiliki makna konseptual ’sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’. Jadi makna konseptual sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif, dan makna referensial.
Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian.
B.   Makna dalam Gaya Bahasa
Gaya bahasa berdasarkan makna diukur dan langsung tidaknya makna, yaitu apakah acuan yang dipakai masih mempertahankan makna denotatifnya atau sudah ada penyimpangan. Bila acuan yang digunakan itu masih mempertahankan makna dasar, maka bahasa itu masih bersifat polos. Tetapi bila sudah ada perubahan makna, entah berupa makna konotatif atau sudah menyimpang jauh dan makna denotatifnya, maka acuan itu dianggap sudah memiliki gaya sebagai yang dimaksudkan di sini.
Secara leksikologis yang dimaksud gaya bahasa yaitu pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis, pemakaian ragam tertentu untuk memeroleh efek-efek tertentu, keseluruhan cirri bahasa sekelompok penulis sastra, cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk lisan dan tulisan. (Depdikbud 1993). Makna mempunyai hubungan timbal balik dengan lambang, yang berarti lambang mengandung makna, baik makna leksikal maupun gramatikal. Makna yang berhubungan dengan gaya bahasa, ada yang dapat dilihat dari segi kedekatan antar makna dan ada pula dari segi kesamaan antarmakna. Kesamaan antar makna berhubungan dengan metafora, dan kedekatan antarmakna berhubungan dengan metonomia. Badudu (1983:70) mengatakan bahwa gaya bahasa metafora adalah gaya bahasa yang memperbandingkan suatu benda dengan benda lain. Sedangkan Chaer (1984:9) mengatakan metafora dilihat dari segi digunakannya sesuatu untuk memperbandingkan yang lain dengan yang lain. Metafora dapat dibagi menjadi tiga
a.        metafora antropomorfis, metafora bintang dan metafora sinestik. Metafora antropomorfis yaitu metafor yang berhubungan dengan diri manusia, misalnya anggota tubuh, pengalaman-pengalaman membendingkan unsur-unsur badan dengan alam sekitar. Metafora yang berhubungan dengan yang biasanya digunakan pada manusia, tetapi maknanya dapat diterapkan pada benda lain. Dikaitkan dengan gaya bahasa maka disebut gaya bahasa personifikasi. Misalnya angin berbisik.
b.      Hal yang berhubungan dengan kesamaan makna, terlihat pada gaya bahasa tropen. Misalnya ia hanyut dibawa lamunan.
c.       Hal menyamakan makna seperti itu kadang-kadang untuk melembutkan maksud, apabila dihubungkan dengan gaya bahasa disebut eufemisme. Contohnya dipenjarakan. Hal menyamakan makna dapat juga kita lihat pada keadaan yang dilebih-lebihkan, apabila dihubungkan dengan gaya bahasa disebut gaya bahasa hiperbola. Contohnya menyemut orang di pasar.
d.      Makna digunakan untuk merendahkan diri apabila dihubungkan dengan gaya bahasa maka disebut gaya bahasa litotes. Misalnya datanglah ke pondok buruk kami. Makna yang diterapkan untuk menyindir.
e.        Dihubungkan dengan gaya bahasa disebut ironi.  Untuk sindiran halus, gaya bahasa sinisme untuk sindiran yang agak kasar, dan gaya bahasa sarkasme untuk sindiran yang kasar.

















Analisis gaya bahasa pada puisi


Nama              : Asna
NPM               : 116211159
Kelas               : 6E
Mata Kuliah  : Semantik

Sajak-sajak Nuraini

Kekasihku
Sejak kau lepas busur jarakmu, kulihat keretamu berlari di bola mataku. Aku terpecah menjadi seribu. Sementara di retina dunia aku menjadi penunggu, kembali kutarik perca diriku. Mencantumkannya menjadi satu. Seorang penanti mesti memelihara utuh diri untuk menyimpan segaris senyum dan hati yang ranum. Maka pada dinding waktu, kusulam hari dengan gazal terkurung. Seperti Rumi, kusenyapkan diri dalam benua puisi.

Aku percaya kekasihku
Keretamu akan berhenti tepat di bola mataku. Narasi sepanjang keretamu telah terpetakan sejak kau diberangkatkan. Seirama denyut nadimu dengan sayang engkau membisikkan. Katamu, ‘’meski dunia melihatmu sebagai rupa bulan yang termangu, tapi kau adalah wajah mentari yang tak pernah mendua bagiku.’’

v  Analisis Gaya Bahasa  Dalam Puisi  “ Kekasihku
Gaya Bahasa, yaitu penggunaan bahasa yang dapat menghidupkan/ meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu. Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Gaya bahasa disebut juga majas.
Kata-kata yang digunakan dalam penggalan puisi tersebut adalah kata konotatif. Artinya,kata-kata yang berkemampuan mengandung arti ganda.
A.    Personifikasi, merupakan gaya bahasa yang membandingkan benda mati atau tidak dapat bergerak seolah-olah bernyawa dan dapat berperilaku seperti manusia
o   Bait 1:
Sejak kau lepas busur jarakmu, kulihat keretamu berlari di bola mataku. Pada bait ini mengandung bait personifikasi.
B.     Hiperbola, merupakan gaya bahasa yang dipakai seseorang untuk melukiskan peristiwa atau keadaan dengan cara berlebih-lebihan dari sesungguhnya.
o   Bait 2 :
Aku terpecah menjadi seribu. Pada bait ini mengandung majas hiperbola
C.     Metafora, gaya bahasa perbandingan dengan membandingkan suatu benda dengan benda lain karena mempunyai sifat yang sama atau hampir sama.
o   Bait 3 :
Sementara di retina dunia aku menjadi penunggu, kembali kutarik perca diriku. Pada bait ini mengandung majas metafora.
D.    Litotes, Gaya bahasa perbandingan yang melukiskan keadaan sesuatu dengan kata – kata yang berlawanan artinya dengan kenyataan yang sebenarnya guna merendahkan diri.
Bait 4:
Seorang penanti mesti memelihara utuh diri untuk menyimpan segaris senyum dan hati yang ranum. Pada bait ini mengandung majas litotes.
Bait 5 :
Maka pada dinding waktu, kusulam hari dengan gazal terkurung. Pada bait terdapat gaya bahasa personifikasi
Bait 6 :
Seperti Rumi, kusenyapkan diri dalam benua puisi. Bait diatas mengandung majas metonomia, yaitu penggunaan nama pada benda.
Bait 7 :
Karetamu akan berhenti tepat di bola mataku. Bait di atas mengandung makna personifikasi
bait 8 :
Narasi sepanjang keretamu telah terpetakan sejak kau diberangkatkan. Bait ini menggunakan majas personifikasi

Bait 9 :
Seirama denyut nadimu dengan sayang engkau membisikkan.
Pada bait di atas menggunakan majas personifikasi

E.     Asosiasi / simile, Gaya bahasa perbandingan dengan memperbandingan sesuatu dengan keadaan lain yang sesuai dengan gambaran / keadaaan dan sifatnya.
o   Bait 10 :
Katamu, “ meski dunia melihatmu sebagai rupa bulan yang termangu, tapi engkau adalah wajah mentari yang tak pernah mendua bagiku. Pada bait ini mengandung makna Asosiasi